Meskihanya mencetak daun, namun ecoprint tak semudah kita menjiplak daun dalam sebuah kertas. Karena tidak semua media, terutama kain bisa dibuat untuk ecoprint. Jadi kain yang bagus untuk ecoprint adalah kain yang sifatnya mudah menyerap, seperti: katun, sutra, atau kanvas . Katun memiliki jenis bermacam-macam.
Teknikecoprint memanfaat bahan-bahan alami dari tumbuhan sekitar sebagai sumber pola dan warna. Bahan-bahan ini bisa berasal dari bunga, daun, batang, dan bagian tumbuhan yang lain. Tiap bagian apalagi dari spesies yang beragam akan menghasilkan warna yang beragam pula. Warna akan semakin jelas dan mudah keluar pada daun atau bunga yang masih
yaituecoprint dan potensi zat pewarna alami dari tumbuhan. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pewarna alami untuk diaplikasikan pada media kain sutera dengan teknik ecoprint. Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi
TEMPOCO, Jakarta - Kelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (KKN-PPM UGM) melakukan program pelatihan pembuatan batik ecoprint kepada ibu-ibu yang tergabung dalam Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Dusun Padakan Tegalarum Gatak, Janti, Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Sabtu, 30 Juli 2022.
Kainuntuk bungkus buket bunga. Akan tetapi meskipun fungsinya memang untuk dijadikan pajangan, tapi bisa juga digunakan sebagai hadiah lho. Untuk buket bunga wisuda, bunga yang lazim digunakan antara lain gerbera, baby's breath, kala lili, mawar, dan sebagainya. 10 Jenis Bunga Yang Sering Dijadikan Bouquet Teman Florist.
Adaberagam cara untuk membuat motif pada kain, salah satunya dengan teknik ecoprint yang memanfaatkan bahan dari alam sekitar. Ecoprint adalah teknik memberi warna dan corak (motif) pada kain, kulit atau bahan lainnya dengan menggunakan bahan alami. Bahan alami yang umum digunakan dalam ecoprint berasal dari tanaman yang meliputi beragam jenis daun, bunga, kayu, atau bagian tanaman lainnya
.
Kompas TV regional jawa timur Sabtu, 10 Juni 2023 1612 WIB MALANG, - Kerajinan ecoprint ramah lingkungan dibuat oleh dosen dan mahasiswa dari Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang. Mereka menggunakan pewarna alami, hingga proses produksi dengan cara dikukus. Sebelumnya mereka telah melakukan penelitian terlebih dahulu. Mulai pemilihan bagan, hingga proses produksi yang menghasilkan pewarnaan lebih tajam serta merata. Untuk pewarnaan mereka menggunakan ekstra mangrove sehingga tidak mudah luntur. Kemudahan dikukus dengan steam, menggunakan suhu pengukuran yang tepat. "Pengukusan zat warnanya akan keluar. Bahan bahan yg kita gunakan adalah semua pewarna alami, warnai kain pakai mangrove pohon pohon di hutan indonesia kita gali terus. Kemudian pewarna motif pada kulit ada penggunaan daun atau bunga di sekitar. Limbahnya daun yang banyak digunakan pupuk, artinya ecoprint akan membuat limbah zero atau tidak ada limbah" Kata Wehandaka, dosen pembimbing. Penelitian untuk kreasi ecoprint ini dilakukan secara rinci. Termasuk pemilihan jenis mordan. Hasilnya mordan tawas memberikan hasil lebih maksimal. Sementara kulit yang digunakan adalah kulit domba samak jenis crust. Sumber Kompas TV BERITA LAINNYA
Batu - Kain yang diwarna dengan teknik ecoprint memiliki motif unik dan berharga tinggi. Daun, bunga dan kayu dijadikan bahan untuk ecoprint. Haragnya bisa menyamai harga batik tulis. Ecoprint jelas Sugeng Pribadi adalah Teknik memberi warna dan corak motif pada kain, kulit atau bahan lainnya dengan menggunakan bahan alami. Bahan alami yang digunakan berasal dari tanaman meliputi beragam jenis daun, bunga, kayu, atau bahan tanaman lainnya yang memiliki corak dan warna yang Pribadi, pemilik Redsoga Kedaikadu Art Shop yang beralamat di Jl. Patimura Gang 5 No 30 Kota Batu Jawa Timur mengembangkan ecoprint sejak 2016 dengan ekstrak daun ke media kain, kulit domba atau kulit sapi. Menurut Sugeng, daun yang bisa digunakan adalah yang mempunyai tekstur dan klolofil tinggi serta bahan-bahan yang mempunyai tanin yang kuat, untuk budidaya tanaman bahan pembuatan ecoprint, Sugeng menanamnya di sekitar halaman rumahnya yang sekaligus juga sebagai galeri. “Sifat daun itu sendiri ada tiga macam, menyerap warna, mentransfer warna dan menutup warna, contohnya daun jarak, daun lanang, cinadol, katul,” katanya. Menurutnya ada 2 dua teknik pembuatan ecoprint, yaitu teknik pukul atau pounding dan teknik kukus atau steam. Sugeng menjelaskan teknik pukul atau pounding dilakukan dengan cara meletakkan daun-daun di atas kain atau bahan lain kemudian ditutup dengan lapisan kain atau blangket. selanjutnya dipukul pelan-pelan secara langsung menyesuaikan bentuk daun atau alur daun secara perlahan menggunakan alat dari bahan kayu atau besi sebagai alat pemukulnya. Apabila menggunakan besi harus pelan tidak terlalu keras atau cepat untuk menghindari kain agar tidak berlubang. “Setelah semua selesai kemudian kain penutup daunnya di buka dan daun-daun bekas tadi bisa untuk pupuk atau media tanam itulah bentuk ekologi,” selesai kemudian diangin-anginkan selama 3 hari, proses selanjutnya adalah penguncian warna supaya tidak pudar atau luntur dengan dicelupkan ke dalam air kapur, bisa juga air tawas atau air tunjung selama 5 menit kemudian diangin-anginkan lagi selama 3 hari baru dicuci dengan detergen, dapat juga dengan air yang mengandung garam karena dapat memunculkan nutrisi yang JUGABuatlah Petani TersenyumSulsel Miliki Science Techno Park, Ada Teknologi PertanianMentan SYL Bagikan 10 Ribu Bibit Pisang Kultur JaringanMentan SYL Bantu Kurban Bencana NTT dan Ambil Langkah Pengamanan Produksi PanganPanen Padi Inpari IR Nutri Zinc di Kulon Progo Dihadiri Komisi IV DPR RIPengunci warna juga bisa merubah warna, seandainya kita ingin warna yang cerah menggunakan air tawas, untuk yang lembut menggunakan air kapur, sedangkan warna gelap dengan air tunjung. Jenis kain yang bisa dipakai berbahan katun, sutra, wool, sedangkan kain yang mengandung polyester tidak bisa digunakan karena tidak mempunyai daya yang kedua adalah kukus atau steam, sebelum kain digunakan harus di mordanting dahulu, atau dinetralisir menggunakan air tawas. Lebih lanjut Sugeng menjelaskan, “1 sendok makan air tawas dicampur dengan 1 liter air biasa kemudian diaduk, selanjutnya bahan bakunya baik itu kain, kulit, direndam selama 1 satumalam,” katanya. Fungsinya untuk menetralisir kain yang dari pabrik karena mengandung unsur kimia, lilinnya, dan juga juga untuk membuka pori-pori kain supaya klorofil mudah masuk ke pori-pori kain, setelah itu diangin-anginkan selama 1satu hari baru bisa lanjut Sugeng menjelaskan sebelum kain di proses kukus atau steam harus dicelukan dulu ke air tawas, air kapur, bisa air tunjung. Dalam kondisi agak basah kemudian tempeli daun-daun dengan motif yang dikehendaki, pastikan komposisinya, motifnya, sesuaikan dengan kebutuhanya, baru diatasnya tutup dengan kain atau blangket, bisa yang berwarna ataupun polos, setelah itu dilipat atau digulung dengan batang kayu lantas diikat dengan menggunakan tali benang atau tali rafia sesuai dengan besar kecilnya tempat mengukus yang dimiliki kurang lebih selama 2 setelah didinginkan adalah diambil daun-daunnya yang bisa dimanfaatkan untuk pupuk atau media tanam sehingga ramah lingkungan, kemudian diangin-anginkan tidak boleh terkena sinar matahari langsung selama 3 hari, langkah terakhir dilakukan pengunci warna untuk menghindari luntur atau pudar warna 5 TahunDengan menggunakan merk produk Redsoga Ekoprint produk ini bisa bertahan sampai 5 tahun yang diaplikasikan dalam bentuk bahan kain, tas, dompet, sepatu kulit, jilbab, pashmina dan bentuk cendera mata lainnya. “apabila menggunakan daun jati untuk mentransfer warna merah menggunakan air kapur, warna ungu menggunakan air tunjung, dan bila menginginkan warna ping menggunakan air tawas, “ imbuhnya. Menurut Sugeng motif unik mengunakan jenis daun lanang dan daun jarak merah, hal ini karena bentuknya artistik apalagi ada bekas dimakan ulat, sedangkan daun lanang warnanya menarik dan pekat, kadang bisa kuning , kadang juga SMA Negeri Batu yang juga seorang pemahat atau pematung yang belajar ecoprint secara otodidak menjelaskan alasannya bergeser keecoprint adalah bentuk kontribusi saja. “Seni murni difaktor ekonominya untuk keseharian tidak dapat memenuhi, karena lama, lakunya lama, harganya tidak terjangkau dan orang-orang tertentu saja memahami seni murni, tapi kalau dihandycraf orang paham dan terjangkau harganya serta kebutuhan pariwisata sebagai salah satu daya tariknya,” ecoprintnya sudah merambah ke beberapa negara diantaranya, Hongkong, Prancis, Australia serta Jepang, sedangkan pasar dalam negeri sepertinya belum banyak yang tertarik hal ini barangkali kurang mensosialisasikan bahwa ecoprint produk ramah lingkungan sedangkan bahan dari sekitar kita untuk itu penting selalu mengedukasi atau pelatihan karena masih jarang mengetahui, dimana, pangsa pasarnya, sebesar apa peminatnya, harganya serta prosesnya. “ untuk bahan kain 450 ribu dan apabila sudah menjadi baju harga bisa 600 ribu sedangkan bahan kain sutra bisa 5 juta,”imbuhnya. Hal ini dirasakan wajar karena produk ecoprint secara teknik memang perlu orang yang benar-benar mempunyai ketrampilan mengingat produk ecoprint mempunyai karakteristik tidak bisa memproduksi motif atau desain yang sama meskipun prosesnya sama, hal ini dikarenakan karakter daun tentunya berbeda-beda, secara teknis sederhana tetapi proses menunggnya yang memakan waktu penghargaan telah Sugeng dapatkan diantaranya Peraih penghargaan terbaik ke 2 dalam rangka peringatan hari peduli sampah nasional Kota Batu Tahun 2021 kategori pengolahan sampah kriteria individu, Sebagai pengisi workshop peringatan hari peduli sampah nasional dari Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Timur tahun 2020, berpartisipasi dalam Sowan The Spirit Of East Java sasto Painting Exhibition, Hungary Sahabat Setia SINAR TANI bisa berlangganan Tabloid SINAR TANI dengan KLIK LANGGANAN TABLOID SINAR TANI. Atau versi elektronik e-paper Tabloid Sinar Tani dengan klik
› Ekonomi›Misteri Keindahan pada... Bisnis ”ecoprint” di Kota Surabaya, Jawa Timur, terus bergulir seiring bertambahnya pelaku usaha menggeluti pembuatan corak, motif, dan warna khas alami pada lembaran kain. Kompas/Bahana Patria Gupta Perajin batik Didik Edi Susilo kanan dibantu pegawainya menyusun daun dalam proses membuat batik ecoprint di Rumah Kreatif Batik Ecoprint Namira di Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa 2/2/2021.Satu demi satu, daun, bunga, bahkan ranting tanaman diletakkan di atas kain oleh Yayuk Eko Agustin 57, pemilik Namira Ecoprint, bisnis yang dibidani suaminya, Didik Edi Susilo 63, di rumah mereka di Perumahan Wisma Kedung Asem, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Minggu 25/4/2021.”Nanti corak dan warna yang akan muncul pada selembar kain setelah direbus tidak ada yang bisa memprediksi. Intinya, hasil dari proses selalu bikin hati berdebar-debar karena penuh misteri,” kata Yayuk, ibu dua anak ini. Motif yang muncul pada lembaran kain selalu sesuai dengan daun, bunga, atau ranting yang diaplikasikan. Namun, gradasi warna yang dihasilkan serta detail bentuknya tak pernah sama. Didik selalu menyebutnya dengan kata ”menakjubkan”.Baca juga Eksplorasi Flora dalam ”Ecoprint” Ecoprint sendiri sebenarnya sebuah teknik mewarnai sebuah kain dan membentuk motif menggunakan bahan alam di sekitarnya berupa daun, bunga, hingga ranting tanaman. Meski menggunakan jenis bahan alami sama, satu produk dengan produk lain yang dihasilkan dari teknik ecoprint tak akan pernah sama. Di sinilah tantangan sekaligus misteri yang mendebarkan sang kreator. Nilai jualnya pun bisa jutaan rupiah dari selembar Patria Gupta Beberapa contoh batik ecoprint yang dihasilkan, Selasa 2/2/2021.Dengan ketelatenan, hampir setiap hari, bahkan hingga larut malam, Didik terus berekspresi dengan menata satu per satu bahan pada selembar kain putih. Mulai daun jati, jarak, berbagai jenis bunga, ranting, bahkan memotong-motong daun pisang sehingga memunculkan corak kotak-kotak. ”Perlu seni untuk menyelaraskan semua daun, bunga, juga ranting agar membentuk corak yang apik,” serupa diungkap pegiat ecoprint Surabaya, Shanty, yang kini giat mendampingi Komunitas Ecoprint Surabaya yang beranggotakan 100 orang. Pengalaman mantan wartawati yang tiga tahun belakangan bergabung dalam Komunitas Ecoprint Surabaya sangat mengesankan karena setiap karya menghasilkan corak dan warna yang tak bisa diprediksi secara tepat.”Paling berkesan jika jejak daun muncul dengan warna yang tajam,” SWETTA PANDIA Karya pelaku usaha ecoprint di Kota Surabaya, Kamis 29/4/2021.Menurut Nita Tjindarbumi 55, pelaku usaha ecoprint, setiap karya yang dihasilkan membuat dirinya lebih dekat dengan alam. Menggarap produk ecoprint, menurut ibu dua anak ini, tidak hanya memantik penggunaan dedaunan, tetapi sekaligus mendorong dirinya lebih giat menanam berbagai macam tanaman untuk kebutuhan ecoprint.”Mengembangkan usaha ecoprint tak sekadar sebagai pengungkit ekonomi, tetapi lebih kuat justru dorongan melestarikan lingkungan. Apalagi saat memetik daun tidak dilakukan sembarangan, sesuai keperluan saja,” kata juga Perajin Batik ”Ecoprint” Surabaya Hal serupa dikemukakan Didik yang menilai setiap hasil ecoprint merupakan karya yang selalu memunculkan kejutan. Penataan tiap daun atau bunga tak boleh dilakukan sembarangan supaya bisa menghasilkan selembar kain dengan komposisi seimbang, baik warna maupun jejak daun.”Faktor ketelatenan dan juga pengetahuan serta pengenalan tentang karakter masing-masing daun sangat diperlukan. Sebab, ada daun jejaknya mengeluarkan warna, tetapi ada daun hanya memunculkan siluet yang luar biasa bagusnya,” tutur Ketua RW V, Kelurahan Kedung Baruk, Rungkut, Patria Gupta Proses membuat batik ecoprint di Rumah Kreatif Batik Ecoprint Namira di Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa 2/2/2021. Dengan memanfaatkan daun-daunan di sekitar bisa dihasilkan produk batik berharga jutaan Anita Tri Susilowati dari Asosiasi Handicrafts Jati, tiga tahun belakangan pelaku usaha yang menekuni ecoprint semakin banyak. Tiap-tiap pelaku memiliki ciri khas pada produknya meski mereka sering berbagi trik atau kiat dalam memproses UKM Ecoprint pun, menurut Anita, rutin menambah pengetahuan agar karya semakin berkualitas karena produk ecoprint kini mulai memiliki pangsa pasar. Bahkan, ecoprint kini tak lagi hanya diaplikasikan pada lembar kain, tetapi juga kulit untuk dibuat tas, dompet, serta barang-barang yang memenuhi selera dunia daun bisa digunakan dalam pewarnaan ecoprint. Namun, tak semua jenis daun bisa digunakan. Biasanya, daun dengan kadar air tinggi, tekstur keras dan tebal tidak bisa dipakai. Untuk mendapatkan karya yang lebih berwarna dan elegan haruslah warna dasar kain, para pegiat ecoprint rata-rata memanfaatkan kayu secang, mahoni, tingi, tegeran, dan jolawe. ”Untuk memperoleh hasil yang semakin baik, jangan pernah lelah melakukan percampuran segala daun, bunga, termasuk ranting,” ujar juga UMKM Surabaya Berdaya Tanpa Melulu Bicara Biaya KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA Berbagai produk pelaku usaha kecil Namira Ecoprint Surabaya dipamerkan pada Jatim Expo 2020 di Grand City, Kamis hingga Sabtu 22-24/10/2020.Bisnis UMKMDemi mendukung keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM, termasuk kalangan pegiat ecoprint, Pemerintah Kota Surabaya terus memberi dukungan. Pada peringatan Hari Kartini yang diselenggarakan di Taman Surya, Jumat 30/4/2021, misalnya, Pemkot Surabaya dan Dekranasda Kota Surabaya menggelar acara itu seluruh propertinya merupakan produk pelaku UMKM Surabaya, mulai dari busana, alas kaki, makanan dan minuman, hingga pernak-pernik yang dipakai saat lomba. Lomba yang digelar antara lain membuat kolase, hantaran, suvenir, hingga paling ditunggu adalah lomba peragaan busana menggunakan produk UMKM, antara lain ecoprint, batik, jumputan, dan bordir, dengan para peraga para pejabat pemkot hingga camat di kota dengan penduduk 3,2 juta jiwa SWETTA PANDIA Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Supomo bersama istri memperagakan produk ecoprint, Jumat 30/4/2021, pada peragaan busana dengan memakai produk UMKM Kota Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pejabat di lingkungan Pemkot Surabaya bisa tampil sebagai maskot sekaligus pemasar produk UMKM. Dengan demikian, diharapkan perlahan bisa diikuti warga Surabaya sebagai pasar utama. ”Acara ini hanya sebagai momentum kebangkitan UMKM di kota ini, sekaligus mengajak warga agar lebih mencintai dengan cara membeli produk sesama warga,” kebangkitan UMKM, Pemkot Surabaya memberikan ruang begitu luas, mulai dari belajar menjadi pelaku usaha hingga benar-benar mandiri, termasuk dalam kreativitas bisnis ramah lingkungan seperti PEMKOT SURABAYA Kepala Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto bersama istri menjadi peserta peragaan busana yang digelar dalam rangka Hari Kartini di Taman Surya, Jumat 30/4/2021.
Malang, - Dosen Universitas Muhammadiyah Malang UMM Wehandaka Pancapalaga mengembangkan produk tekstil dengan menggunakan bahan ekstrak Mangrove. Hasilnya, dia bisa menciptakan teknik pewarnaan dengan membuat berbagai macam produksi seperti tas, pakaian, hingga sepatu ecoprint menggunakan tanaman mangrove. Wehandaka mengatakan tanaman mangrove bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alami ecoprint. Karena ecoprint merupakan salah satu jenis teknik mencetak yang dapat dijadikan alternatif ramah lingkungan yang bisa mengurangi kerusakan lingkungan serta ekosistem akibat limbah kimia pabrik tekstil. Maka dari itu dia melakukan penelitian tanaman mangrove untuk bahan ecoprint."Setelah kami teliti Mangrove bisa dijadikan zat pewarna alami untuk ecoprint," kata Wehandaka, Rabu 7/6/2023. Menurut Wehandaka, ide meneliti Mangrove untuk bahan pewarna alami atau ecoprint muncul sejak tahun 2019. Dari ide itulah, dirinya langsung melakukan penelitian. Bahkan, penelitian yang dilakukannya pun sangat rinci, mulai dari pemilihan bahan hingga proses produksi. Hal itu berefek pada produk yang bagus dan bermanfaat bagi masyarakat. "Hasil dari ekstrak mangrove tidak mudah luntur. Sehingga bagus untuk pewarna," ujarnya. Tanaman mangrove bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alami ecoprint. Dia menjelaskan adapun sistem pembakaran yang digunakan, yakni melalui mesin pengukus atau steam yang tingkat panasnya lebih terjamin agar warna yang dihasilkan juga lebih merata. "Suhu yang kami gunakan ada pada rentang 75 derajat dan dikukus selama dua jam. Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi, kulit yang digunakan untuk ecoprint akan rusak. Sementara kalau suhunya terlalu rendah, warna daun dan bunga tidak akan bisa melekat pada kulit,” terangnya. Wehandaka menambahkan dirinya sangat serius mendalami penelitian ecoprint dari tanaman Mangrove. Ini untuk membantu pengrajin kulit di Desa Bululawang yang masih monoton menggunakan warna hitam polos. "Penelitian ecoprint kami ini sedang proses didaftarkan untuk paten sederhana. Namun sembari menunggu, kami juga mengabadikannya dalam beberapa event seperti program matching fund bersama UMKM Bululawang Malang," ucap dia. Wehandaka berharap penelitian mengenai ecoprint dapat diterima baik oleh masyarakat. Dengan harapan bisa membantu pengrajin kulit agar bisa lebih kreatif. Utamanya dalam hal warna, teknik, dan cara yang elbih ramah lingkungan. "Untuk selanjutnya, saya sedang mencoba mengombinasi antara ecoprint dan ukiran agar hasil akhirnya akan seperti daun yang nampak timbul. Sehingga makin terlihat menarik dan bagus," pungkas Wehandaka. Saksikan live streaming program-program BTV di sini Telkomsel Jaga Bumi Tanam Pohon di Kawasan Hutan Mangrove Indonesia NASIONAL HNSI Sebut Hutan Mangrove Berpotensi Tambah PAD NTB NUSANTARA Krakatau International Port Tanam Bibit Mangrove di Karangantu EKONOMI Serentak! Jokowi dan TNI Tanam 1 Juta Pohon Mangrove NASIONAL Tanam Sejuta Pohon Mangrove, TNI Meraih Rekor Muri MEGAPOLITAN IWIP dan Masyarakat Berkolaborasi Lindungi Kawasan Pesisir NUSANTARA
jenis bunga untuk ecoprint